Tingkat keterbacaan yang rendah terhadap hasil-hasil riset LIPI dibenahi dengan menyajikan ke dalam program Buku Tiga Dimensi. Dengan berbasis situs internet, program ini dapat dinikmati layaknya memegang buku yang diimbuhi tautan streaming film audiovisual hasil riset atau rekayasa animasinya. Saat ini baru tergarap sekitar 70 buku dari hasil riset menjadi buku tiga dimensi,” kata peneliti sistem informasi pada Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI), Slamet Riyanto, Kamis (9/2), di Jakarta.
Ia mengatakan, baru tahun 2011 program Penelitian Pengembangan Framework Database Buku Tiga Dimensi dijalankan. Program ini untuk mengembangkan sistem buku elektronik dengan format tiga dimensi, terutama untuk hasil- hasil riset LIPI. Prototipe sistem Buku Tiga Dimensi telah diimplementasikan di situs internet LIPI, yaitu www.web.lipi.go.id/ebooklipi. Di situs itu disebutkan terdapat 34 buku mengenai biologi, 19 buku geologi, satu buku pertanian, dan satu buku sejarah.
”Konsep tiga dimensi terletak pada sajian konten yang menyerupai buku. Tetapi, program ini masih membutuhkan banyak pengembangan,” kata Slamet.
Pengembangan yang ditargetkan, menurut dia, antara lain tautan ke streaming video pada situs www.bit.lipi.go.id/streaming. Kemudian animasi gerak dari hasil-hasil riset sehingga mudah dicerna masyarakat. Slamet memberikan ilustrasi animasi dari hasil riset pengelolaan air tawar di pulau kecil. Animasi tersebut menggambarkan mekanisme mendapatkan air tawar dari lapisan bawah tanah di sebuah pulau kecil.
”Model animasi hasil riset pengelolaan air tawar di pulau kecil seperti ini lebih mudah dipahami masyarakat daripada membaca jurnal atau hasil riset ilmiah tersebut,” kata Slamet.
Optimalisasi
Peneliti sistem informasi PDII LIPI lain, Hendro Subagyo, mengatakan, program Buku Tiga Dimensi adalah optimalisasi penyampaian hasil riset ilmiah dari para peneliti LIPI. Tanpa disadari, termasuk oleh pemerintah, selama ini hasil riset yang bernilai, atau setidaknya dibuat dengan dana tidak sedikit, kerap kali terbengkalai tak termanfaatkan.
”Laporan penelitian yang dikerjakan dengan anggaran puluhan hingga ratusan juta rupiah selalu harus disajikan ke dalam teks laporan minimal enam halaman. Tetapi, pemanfaatannya masih sangat rendah,” kata Hendro.
Putut Irwan Pudjiono, mantan Kepala PDII LIPI, mengatakan, penyampaian hasil-hasil riset agar mudah dicerna dan diterapkan masyarakat menjadi sangat penting. Di situ peran penting multimedia, seperti dengan membuat program Buku Tiga Dimensi ini.
Menurut Putut, kehilangan inventaris yang berbentuk seperti meja atau kursi milik pemerintah justru lebih dipedulikan daripada kehilangan laporan hasil riset yang berbentuk lembaran kertas.
”Hilangnya laporan hasil riset atau tidak bisa dimanfaatkannya hasil riset seperti tidak pernah dipermasalahkan. Penyajian melalui program Buku Tiga Dimensi, selain memudahkan masyarakat untuk mencerna hasil penelitian, juga untuk memelihara hasil-hasil riset yang dimiliki,” kata Putut.
Penghargaan
Penyajian program Buku Tiga Dimensi ke dalam situs internet yang mudah diakses itu sekaligus menjadi penghargaan bagi para peneliti. Menurut Slamet, bentuk penghargaan di dalam situsnya, antara lain, disebutkan daftar produktivitas penulis.
”Data itu nanti akan bermanfaat, misalnya untuk penentuan jenjang kenaikan pangkat peneliti,” kata Slamet.
Beberapa nama penulis produktif yang disebutkan ke dalam situs program Buku Tiga Dimensi adalah Setijati Sastrapradja yang menulis buku mengenai biologi sebanyak 22 buku. Disusul Tarman Jadi, Sutarsyah, Andreas Amrullah, dan Iwan Setiawan, yang masing- masing menulis tiga buku.
Slamet mengatakan, kelengkapan ilustrasi hasil riset dengan pembuatan animasi gerak saat ini belum optimal dilakukan. Padahal, dengan ilustrasi tersebut nantinya untuk mengetahui hasil-hasil riset dari para peneliti, masyarakat tidak perlu lagi membaca jurnal ilmiah.
”Dengan melihat ilustrasi gerak pada Buku Tiga Dimensi, masyarakat sudah bisa memahami,” kata Slamet.
Program Buku Tiga Dimensi memudahkan masyarakat untuk mengadopsi hasil-hasil riset LIPI. Masyarakat di pulau kecil, misalnya, tidak perlu membaca hasil riset mengenai pengelolaan air tawar. Dengan melihat ilustrasi audiovisual dari hasil riset tersebut, mereka bisa langsung menerapkan.
Program Buku Tiga Dimensi dalam bentuk buku elektronik, menurut Slamet, memiliki kelebihan dibandingkan buku konvensional. Hal itu di antaranya daftar isi yang bisa langsung mengarahkan ke halaman yang diinginkan, ada pula fungsi pengorganisasian, seperti fasilitas penandaan, audio, dan penulisan ulang.
Pengembangan program Buku Tiga Dimensi PDII LIPI yang dilengkapi video dan ilustrasi diharapkan bisa meningkatkan penerapan hasil riset yang selama ini banyak masuk laci. Masyarakat pun diharapkan lebih mengenal dan menerapkan hasil penelitian ilmuwan.
Sumber: http://tekno.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda....